Selasa, 26 Agustus 2014

MUTU LAYANAN KESEHATAN

PERKEMBANGAN KONSEP MUTU LAYANAN KESEHATAN
Peningkatan akses ke dan mutu layanan kesehatan menjadi lebih diperhatikan di Indanesia. Dengan perkembangan ekonomi negara yang stabil, kebutuhan terhadap layanan kesehatan yang baik makin meningkat. Skenario kesehatan di Indanesia yang dinamis, semakin membaik selama dua de­kade terakhir. Salah satu perubahan yang terjadi selama. beberapa tahun terakhir adalah perubahan dalam situasi keterse­diaan sumber daya manusia di sektor ke­sehatan. Selama beberapa dekade awal setelah kemerdekaan, kondisi kekurangan dokter mengakibatkan pemerintah menja­lankan suatu kebijakan yang mewajibkan semua lulusan kedokteran untuk langsung melayani masyarakat. Namun, suplai dok­ter yang secara perlahan melebihi permin­taan, menimbulkan situasi yang menyebab­kan pemerintah merevisi kebijakannya dan sekarang menugaskan semua mahasiswa kedokteran yang baru lulus untuk terlebih dulu melayani puskesmas menurut kontrak selama periode tiga tahun.
Ketersediaan petugas kesehatan di layanan medis swasta semakin meningkat. Walaupun terjadi per­saingan dalam jumlah dokter di sektor publik dan swasta, kebutuhan atas layanan kesehatan masyarakat yang bermutu makin menguat.
Sistem Kesehatan Nasional telah membangun jaringan kerja antara puskesmas pembantu, puskesmas, dan ru­mah sakit di semua kabupaten Indanesia agar akses ke layanan kesehatan dapat terjamin.

GERAKAN MUTU PADA RUMAH SAKIT DI INDANESIA

Saat ini, program mutu rumah sakit di indonesia telah mengalami banyak per­ubahan yang menguntungkan pasien dan penyedia layanan. Mutu yang membaik telah membuat persepsi tentang layanan rumah sakit semakin bogus dalam pan­dangan pasien, yang selanjutnya, mengakibatkan peningkatan penggunaan jasa rumah sakit sehingga pendapatan yang diterima rumah sakit semakin banyak.

PROGRAM AKREDITASI RUMAH SAKIT
Sistem Kesehatan Nasional tahun 1982 menyatakan bahwa "instrumen untuk peng­akreditasian rumah sakit perlu dibuat dalam waktu dekat, instrumen itu diguna­kan dalam perumusan kebijakan

KEGIATAN PERBAIKAN MUTU PADA KELUARGA BERENCANA
Kegiatan perbaikan mutu keluarga be­rencana resmi yang pertama diprakarsai oleh AVSC (Acces to Voluntary and Safe Contraception) bersama PKMI (Perkumpul­an Kontrasepsi Mantap Indanesia) pada tahur, 1983. Kegiatan tersebut hanya ber­Fokus pada sterilisasi sukarela sebagai pen­dekatan "jaminan mutu". Sistem jamina­mutu tersebut terdiri atas berbagai standc­untuk pemberian layanan, kunjungan su­pervisi klinik sterilisasi sukarela setiap tiga bulan, dan penggunaan daftar tilik (check­list). Sistem jaminan mutu tampak sebagc suatu cara untuk memantau penyediac­layanan di semua lokasi klinik yang baru dikembangkan serta untuk menangar tingginya insidens mortalitas dan morbi­ditas. Saat ini, PKMI mengelola pertemuar nasional QA selama 3 hari sebagai bagic­dari proyek bilateral. bersama BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional). Konsep umum QA didiskusikan rneliputi berbagai kegiatan QA di Indanesia Di tahun 1988, PKMI menyiapkan bebe­rapa dokumen untuk sterilisasi sukarela, sistem QA, termasuk formulir pelaporan khusus dan komponen perbaikan mutu internal. Semua rumah sakit yang merupa­kan bagian dari sistem dianjurkan meng­adakan pertemuan bulanan untuk mendiskusikan berbagai masalah mutu dan menentukan penyelesaiannya.
BKKBN mengembangkan sistem QAnya mulai tahun 1988 untuk menjangkau seluruh 27 propinsi. Di tahun 1990, proyek Keluarga Berencana di Sektor Swasta mulai dilaksanakan dengan komponen QA. Sa­lah satu tujuan proyek ini adalah untuk memperkuat organisasi profesional dalam bidang mutu, termasuk Ikatan Bidan Indanesia (IBI). Pada tahun 1990-1993, BKKBN menyelenggarakan studi Indikator Mutu. BKKBN bersama Badan Kependu­dukan mensponsori pertemuan internasio­nal tentang Mutu Pelayanan di Bandung tahun 1992 yang dihadiri oleh. 10 negara dari Asia dan Timur Tengah. Dalam mem­persiapkan pertemuan tersebut, BKKBN menyelenggarakan pertemuan nasional pada bulan Desember 1991 untuk menca­pai suatu kesepakatan mengenai arti mutu layanan di Indanesia. Berbagai macain organisasi dan peserta menghadiri perte­muan nasional tersebut yang menghasilkan diskusi segar tentang teori dan praktik mutu layanan program keluarga berencana di Indanesia. Sekitar tahun 1991-1993, BKKBN menjalankan program Siklus Mutu­nya (Gugus Mandala Mutu,GMM) bagi para stafnya sebagai bagian dari kam­panye di seluruh pemerintahan. Tahun 1993, Proyek Mutu Layanan mulai di­laksanakan dan proyek itu membantu da­lam: (1) membudt sejumlah besar materi mutu layanan yang mudah diperoleh da­lam bahasa Indanesia; (2) memulai dan memelihara komunikasi antara BKKBN, Depkes, dan berbagai LSM yang terkait dengan mutu layanan, dan (3) mendanai dua studi penelitian yang menangani ma­salah mutu layanan nonklinis dasar. Proyek itu membantu beberapa biro BKKBN (Biro Pelayanan Kontraseptif, Biro Penelitian Bio Medis) untuk memulai pengembangan kon­sep, dokumen, dan model QA mereka sen­diri.
Di tahun 1994, terdapat terobosan besar dalam bidang QA, yaitu pembentuk­an panitia pengarah nasional untuk pening­katan mutu keluarga berencana, yaitu Panitia Peningkatan Mutu Nasional, di BKKBN. Para anggota panitia pengarah nasional tersebut meliputi Wakil Menteri Pembangunan dan Sumber Daya Manusia (Pelatihan dan Penelitian) sebagai kepala, pejabat dari BKKBN, beberapa anggota dari Departemen Kesehatan, perkumpulan profesional dan Konsorsium untuk Ilmu Kesehatan. BKKBN mengalami kemajuan pesat dalam bidang QA dan sekarang berada di bawah bantuan proyek donor yang melakukan penelitian baru dalam bi­dang mutu dan melaksanakan strategi mutu yang dapat diterapkan secara nasional.

PENGALAMAN NYATA DI BIDANG QA PADA PUSKESMAS DARI TIGA DAERAH STUDI
Program QA di Indanesia secara bertahap menjadi lebih berperan dalam memacu dan mendukung.para petugas agar mereka memperbaiki sejumlah proses yang menja­di tugas mereka dan tidak sekadar meng­ikuti standar yang sudah baku (meskipun penyusunan standar yang seragam adalah komponen penting program QA di Indanesia). Artinya, program QA berperan untuk membantu para petugas dalam me­rancang standar kinerja yang realistis se­suai tatanan setempat dan untuk memantau kemajuan mereka. Pada kenyataannya, QA di Indanesia merupakan pendekatan identifikasi masalah dan pendekatan pe­mecahan masalah, yang mengaitkan per­baikan mutu dengan penilaian kinerja terus-menerus. Program QA awalnya dija­lankan oleh tim dari berbagai bidang ilmu yang mengidentifikasi satu atau beberapa masaldti. Dengan menggunakan berLagai metode analisis, tim tersebut menyidentifi­kasi penyebab masalah dan menyusun tindakan untuk memperbaiki situasi. Pada waktu yang bersamaan tim tersebut memantau pelaksanaan tindakan perbaikan untuk mendapatkan standar dan akhirnya merumuskan standar kinerja berdasarkan informasi terbaru, teknologi, dan permintaan klien. Proses tersebut diulangi untuk mengidentifikasi masalah, menemukan penyebab masalah, menerapkan tindakan untuk mengatasinya dan akhirnya kembali memantau hasilnya, sehingga perbaikan mutu total yang berkelanjutan dapat tercapai.


Referensi
(Al-Assaf, A.F. 2009 Mutu Pelayanan Kesehatan, EGC, Jakarta)

Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Dasar-dasar Kesehatan dan Keselamatan Kerja
World Health Organization (2008) menyebutkan bahwa kesehatan dan keselamatan kerja merupakan penerapan percabangan ilmu dalam kelompok keilmuan kesehatan lingkungan. Di berbagai perguruan tinggi, divisi, bagian atau Departemen Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan dan Keselamatan Kerja disatukan dengan bagian atau divisi Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan Kerja. Hal tersebut dimaksud untuk efisiensi infrastruktur pendidikan yang memiliki banyak kesamaan, baik dalam keilmuan maupun penerapannya. Kesehatan dan Keselamatan Kerja sangat diperlukan dan berkembang subur pada sebuah masyarakat industri atau masyarakat yang sebagian besar pekerjannya bekerja pada sektor industri terutama pada nehara-negara yang sedang memasuki fase industrialisasi.
Sifat dari keilmuan dan penerapan bidang kesehatan dan keselamatan kerja yang bersifat multidisiplin, di banyak negara bahkan di tingkat dunia selalu ada komitmen yang merumuskan, mengembangkan dan menerapkan kesehatan dan keselamatan kerja sebagai suatu join force yang harus diatur secara bersama. Di tingkat dunia, ada join komite antara WHO yang mengurusi masalah kesehattan dan ILO (International Labor Organisation) yang mengurus tenaga kerja untuk mendukung produktivitas dan perekonomian umat manusia.
Pada awal fase industrialisasi biasanya sebuah negara mengutamakan penyerapan tenaga kerja, sehingga jenis industri yang dipilih adalah seperti industri garmen, industri micro chips, Industri pertambangan, dan lain sebagainnya. Pada fase post industrial countries atau pascaindustri, masyarakat menginginkan industri padat modal, less hazardous and less pollution. Otomatisasi mesin menggantikan masin-mesin yang manual, sehingga penyakit yang berhubungan dengan lingkungan pekerjannya semakin berkurang. Untuk mengontrol mesin yang bising dan penuh uap berbahaya, cukup memerhatikan panel instrumen pengendali yang kedap suara, serta menggunakan instrumen pemantau terpisah (remote). Hanya sesekali kalau diperlukan mengontrol kondisi dekat mesin-mesin yang terpasang itu pun harus mengenakan alat-alat pelindung. Pada sektor industri formal yang padat modal, milik multinational companies menerapkan persyaratan-persyaratan yang secara ketea harus dipenuhi dan dipatuhi. Aspek kesehatan masyarakat terbatas pada kelompok-kelompok atau unit-unit pekerja dalam ruang industri yang terbatas dan secara teoritis terkontrol. Bahkan penerapan kesehatan dan keselamatan kerja (K-3) pada beberapa jenis sifatnya instruktif dengan penerapan disiplin yang ketat perlindungan kelompok tenaga kerja dilakukan tanpa memerlukan pendekatan persuasif sebagaimana lazimnya dalam bidang kesehatan masyarakat.
Permasalahan dan aplikasi pendekatan kesehatan masyarakat menjadi relevan pada jenis industri kecil dan sektor informal. Diketahui bahwa industri kecil dan sektor informal bercampur di antara pemukiman. Tempat kerja atau lingkungan kerja pada industri dan usaha kecil dan menengah atau SME small and medium enterprises adalah juga tempat tinggal. Potensi bahaya lingkungan kerja adalah bahaya anak-anak balita dan ibu-ibu hamil. Di Brebes Jawa Tengah 22% wanita usia subur dan anak-anak sekolah menderita goiter atau hipotiroid berkaitan dengan penggunaan agrokimia secara massives (Suharto, 2012) yang merupakan keluarga petani bawang merah. Proses kerja mbrodoli bawang yang bercampur pestisida dilakukan di rumah, debu pestisida memberikan ancaman terhadap pekerja dan keluargannya. Domain keahlian dan objek keilmuan kesehatan keselamatan lingkungan rancu dengan domain kesehatan dan keselamatan kerja. Keduanya concern kepada potensi bahaya kesehatan dari lingkungan rumah tempat tinggal yang merangkap tempat kerja.

Filosofi Dasar Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Manusi hidup dan sehat terus bergerak dan dapat dipastikan melakukan sesuatu pekerjaan, termasuk ibu rumah tangga yang bekerja di dapur, yang juga pekerja industri. Seorang ibu pekerja, yang termasuk kelompok wanita usia subur akan terpajan tiga lingkungan, yakni lingkungan rumah dan pemukiman, lingkungan udara yang tercemar di perjalanan dan lingkungan kerja sekaligus. Ketiganya tentu memiliki potensi bahaya kesehatan dan keselamatan kerja. Asap kompor mengeluarkan polutan misalnya karbonmonoksida yang merupakan potensi bahaya lingkungan kerja di dapur dan sekaligus memiliki potensi kebakaran dan meledak. Bedanya kalau bekerja di dapur menjadi ranah kesehatan lingkungan kalau bekerja di kantor atau sebuah industri menjadi ranah kesehatan dan keselamatan kerja. Intensitas pajanan (exposure) juga berbeda.
Secara keilmuan dapat saja dibedakan antara domain keilmuan kesehatan lingkungan dengan kesehatan kerja. Ilmu kesehatan lingkungan mempelajari hubungan interaktif antara manusia dengan genomic status dan perilakunya dengan lingkungan yang berpotensi bahaya kesehatan sedangkan inti domain kesehatan kerja mempelajari hubungan tiga kelompok variabel, yakni beban kerja (jenis pekerjaan), kapasitas kerja, dan lingkungan kerja (Achmadi, 1991). Beban kerja bisa fisik maupun non-fisik seperti pikiran, menulis, melakukan tindakan manajemen dan lain sebagainya. Untuk bekerja secara sehat, diperlukan kemampuan sesuai bidang tugas dan pekerjaannya, untuk itulah diperlukan pelatihan untuk jenis pekerjaan tertentu serta pemeriksaan kesehatan awal sebelum bekerja, untuk mendukung tugas dan pekerjaannya. Tanpa pelatihan dan pemahaman terhadap lingkungan pekerjaannya, akan terjadi kesenjangan (gap) antara kapasitas kerja dan beban pekerjaannya, sehingga menimbulkan bahaya penyakit akibat kerja dan kecelakaan (kesehatan dan keselamatan kerja). Kesesuaian antara beban jkerja dengan alat-alat kerjannya, kapasitas kerja dan lingkungan kerja harus memenuhi kriteria dan persyaratan Gangguan keseimbangan ketiganya dipelajari dalam kesehatan kerja, dan apabila kejadian tersebut bersifat akut dan mendadak menjadi masalah-masalah kerja. Domain kesehatan kerja juga sarat dengan peraturan perundangan harus dipelajari, dan hal itu semua ditunjukan untuk kepentingan kesehatan kerja untuk mendukung produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.
Kesehatan lingkungan mempelajari hubungan interaktif antara manusia (tanpa membedakan gender, umur, pendidikan, dan lain-lainnyaa) di mana dalam tubuh manusia seutuhnya terdapat genetic factors dan fenotipe perilakunya dengan linkunganya yang berpotensi membahayakan kesehatan manusia tersebut. Dalam hal potensi bahaya atau faktor resiko, kedua bidang mempelajari hal yang sama. Nemun berbeda dalam manajemen, persyaratan lingkungan, serta peraturan perundang undangan yang mendukungnya.
Pekerjaan di dapur tidak memiliki aspek tujuan ekonomi, tidak memerhatikan aspek kapasitas kerja, tidak memerlukan pelatihan dan tidak ada kompensasi, ataupun kontrak kerja yang menjadikan hak untuk mendapatkan alat keselamatan kerja serta pengobatan penyakit akibat kerja di dapur rumah tangga. Domain atau ranah kesehatan lingkungan, hanya memerhatikan aspek persyaratan keselamatan rumah tangga, aspek persyaratan rumah sehat dengan ventilasi cukup, serta sesekali dilakukan penyuluhan keselamatan rumah tangga. Secara keseluruahn yang dipelajari oleh domain kesehatan lingkungan adalah dasar-dasar hubungan interaktif antara lingkungan dengan manusia, kesehatan kerja merupakan penerapannya di lingkungan (setting-tempat) kerja. Untuk lingkungan kerja doberlakukan syarat dengan peraturan perundangan yang merupakan pedoman baik untuk tenaga kerja maupun pemilik modal melindungi menjaga agar tetap sehat. Selain itu, dalam lingkup kesehatan dan keselamatan kerja, juga memerhatikan jenis beban pekerjaannya. Jenis atau beban kerja itu sendiri, memiliki potensi bahaya penyakit atau risiko kesehatan.
Beberpa potensi bahaya lingkungan kerja dapat pula leakage (merembes) atau berbentuk ledakan atau kebakaran ke luar wilayah kerja, dan hal ini akan menimbulkan masalah kesehatan lingkungan masyarakat sekitarnya. Bencana lingkungan yang secara mendadak baik secara alamiah maupun kegiatan industri dan pertambangan, dipelajari pula dalam keselamatan lingkungan (environmental safety).
Dengan demikian, tidak mengeherankan kalau di berbagai perguruan tinggi, kedunya dijadikan satu untuk menghemat sumber daya dan infrastruktur. Ahli toksikologi lingkungan, ahli kesehatan lingkungan fisik seperti kebisingan, radiasi meneliti dan memberikan materi pelajaran pada kedua mahasiswa peminatan. Demikian pula labolatorium yang dimilikinya banyak kesamaan.
Sebagai ilmu yang bermanfaat multidisiplin, keselamatan dan kesehatan kerja bertujuan untuk memperkecil atau menghilangkan hazards, potensi bahaya atau risiko atau lingkungan yang berpotensi bahaya kesehatan kecelakaan dan kerugian yang mungkin terjadi. Kerangka konsep berpikir keselamatan dan kesehatan kerja adalah menghilangkan atau meminimalisir risiko sakit dan celaka. Kesehatan kerja sebagaimana kesehatan lingkungan adalah ilmu substantive yang mengidentifikasi permasalahan kesehatan. Selanjutnya penerapan solusi dari permasalahan kesehatan kerja, dapat menggunakan pendekatan kesehatan masyarakat yakni, berbasis masyarakat (tenaga) kerja, berorientasi pencegahan, kerja sama dengan divisi atau unit organisasi lain dalam lingkup organisasi industri atau wilayah setempat, partisipasi masyarakat pekerja, dan teorganisasi. Namun sering kali pula, kesehatan dan keselamatan kerja tidak memerlukan pendekatan kesehatan masyarakat.

Dalam rangka menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja diperlukan juga perencanaan, pengorganisasian dan pengawasan/pengendalian secara baik dan benar. Dalam hubungan inilah diperlukanmanajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Manajemen keelamatan dan kesehatan kerja pola pikir dan berbagai pendapat yang ada diintegrasikan ke dalam seluruh kegiatan operasional sebuah industri agar dapat berproduksi dengan cara yang sehat dan aman, efisien serta menghasilkan produk yang sehat dan aman pula serta tidak menimbulkan dampak lingkungan yang tidak diinginkan.

Referensi :
( Achmasi, Umar Fahmi 2013, Kesehatan Masyarakat Teori Dan Aplikasi , RajaGrafindo Persada, Depok)

CUPLIKAN TEORI KESEHATAN MASYARAKAT


Paradigma Kesehatan Lingkungan
Achmadi pada tahun 1987, 2005, 2011, 2012 menggambarkan paradigma kesehatan lingkungan dalam buku-bukunya sebagai acuan untuk mengemukakan proses kejadian penyakit berbasis lingkungan yang merupakan inti dari permasalahan kesehatan. Konsep model penggambaran tersebut disebut Paradigma Kesehatan Lingkungan ata lebih sering disebut sebagai teori simpulan. Teori Simpulan atau Paradigma Kesehatan Lingkungan menggambarkan definisi kesehatan lingkungan yaitu, ilmu yang mempelajari hubungan interaktif antara variabel kependudukan dengan variabel lingkungan yang memiliki potensi bahaya kesehatan, serta mencari upaya penyehatan.
Paradigma Kesehatan Lingkungan juga dapat menggambarkan pathogenesis kejadian penyakit. Gambaran model interaksi lingkungan dengan manusia, dapat digunakan untuk upaya pencegahan, dapat menentukan pada titik mana atau simpul mana kita bisa lakukan pencegahan. Tanpa memahami paradigma kesehatan lingkungan sulit dapat melakukan pencegahan. Mengacu kepada model interaksi manusia  dengan lingkungannya, maka gangguan kesehatan merupakan resultan dari hubungan interaktif antara lingkungan dan variabel kependudukan.
Paradigma Kesehatan Lingkungan digambarkan (Achmadi, 1987; Achmadi, 1991) pada Gambar  berikut :


Referensi :

( Achmasi, Umar Fahmi 2013, Kesehatan Masyarakat Teori Dan Aplikasi , RajaGrafindo Persada, Depok)

 

About